Komunikasi politik merupakan komunikasi
yang bercirikan politik yang terjadi di dalam sebuah sistem politik. Komunikasi
politik dapat berbentuk penyampaian pesan-pesan yang berdampak politik dari
penguasa politik kepada rakyat ataupun penyampaian dukungan atau tuntutan oleh
rakyat bagi penguasa politik. Istilah komunikasi politik lahir dari
dua istilah yaitu ”komunikasi” dan ”politik”. Hubungan kedua istilah itu
dinilai bersifat intim dan istimewa karena pada domain politik, proses
komunikasi menempati fungsi yang fundamental. Bagaimanapun pendekatan
komunikasi telah membantu memberikan pandangan yang mendalam dan lebih luas
mengenai perilaku politik.
Definisi mengenai komunikasi politik dapat dikemukakan oleh Denton dan
Woodward (dalam Pawito, 2009), keduanya mengatakan bahwa komunikasi politik
merupakan “Diskusi publik mengenai penjatahan sumber daya publik – yakni
mengenai pembagian pendapatan atau penghasilan yang diterima oleh publik,
kewenangan resmi – yakni siapa yang diberi kekuasaan untuk membuat
keputusan-keputusan hukum, membuat peraturan-peraturan, dan melaksanakan
peraturan-peraturan; dan sanksi-sanksi resmi – yakni apa yang negara berikan
sebagai ganjaran atau mungkin hukuman”.
Pengertian ini lebih mengedepankan interaksi antara negara (the state) dengan rakyat atau publik.
Interaksi ini dalam berbagai realitas politik dapat dicermati melalui
pertanyaan-pertanyaan realistis, misalnya, apa yang diperoleh rakyat, bagaimana
keputusan-keputusan penyelenggara negara dibuat – adil ataukah tidak, dan
sejauh mana rakyat mau mernerima penjatahan yang ada (Pawito, 2009).
Sedangkan menurut Fagen, komunikasi politik adalah segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya. Lain lagi dengan Muller yang merumuskan komunikasi politik sebagai hasil yang bersifat politik (political outcomes), dari kelas sosial, pola bahasa, dan sosialisasi. Selanjutnya Gallnor menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan infra-struktur politik, yaitu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk ke dalam peredaran (Nasution, 1990).
Sedangkan menurut Fagen, komunikasi politik adalah segala komunikasi yang terjadi dalam suatu sistem politik dan antara sistem tersebut dengan lingkungannya. Lain lagi dengan Muller yang merumuskan komunikasi politik sebagai hasil yang bersifat politik (political outcomes), dari kelas sosial, pola bahasa, dan sosialisasi. Selanjutnya Gallnor menyebutkan bahwa komunikasi politik merupakan infra-struktur politik, yaitu kombinasi dari berbagai interaksi sosial di mana informasi yang berkaitan dengan usaha bersama dan hubungan kekuasaan masuk ke dalam peredaran (Nasution, 1990).
Rumusan Gallnor menempatkan komunikasi
sebagai suatu fungsi politik bersama-sama dengan fungsi artikulasi, agregasi,
sosialisasi, dan rekrutmen dalam sistem politik. Menurut Almond, komunikasi
politik adalah salah satu fungsi yang harus ada dalam setiap sistem politik
sehingga terbuka kemungkinan bagi para ilmuwan untuk memperbandingkan berbagai
sistem politik dengan berbagai latar belakang budaya yang berbeda. Bagi Almond,
semua sistem politik yang pernah, sedang dan akan ada mempunyai persamaan
mendasar yaitu adanya kesamaan fungsi yang dijalankannya (Nasution, 1990)
Dari sudut rujukan ilmiah, pemikiran dari Fagen (dalam Hasrullah, 2001) menggambarkan relevansi bidang kajian ilmu politik dan komunikasi. Hal tersebut terlihat dari gambaran analisis yang disajikan, membicarakan peristiwa-peristiwa politik yang berdimensi komunikasi. Kemudian juga rujukan yang dipergunakan dalam melihat komunikasi dan politik masih memakai kerangka dasar (framework) dari Harold D. Lasswell (1948), yaitu: Who says What, in Which Channel, To Whom, Whit What Effect.
Dari sudut rujukan ilmiah, pemikiran dari Fagen (dalam Hasrullah, 2001) menggambarkan relevansi bidang kajian ilmu politik dan komunikasi. Hal tersebut terlihat dari gambaran analisis yang disajikan, membicarakan peristiwa-peristiwa politik yang berdimensi komunikasi. Kemudian juga rujukan yang dipergunakan dalam melihat komunikasi dan politik masih memakai kerangka dasar (framework) dari Harold D. Lasswell (1948), yaitu: Who says What, in Which Channel, To Whom, Whit What Effect.
Dengan formulasi klasik dari Lasswell
ini, secara langsung juga dilihatnya bahwa problem-problem komunikasi politik
dapat dianalisis dengan menggunakan kerangka dasar ini. Dan pendekatan yang
dilakukannya tentunya dilihat secara mekanistis, apakah itu konsep pengaruh
atau kekuasaan.
Dari pandangan di atas terungkap,
bahwa disiplin ilmu yang digunakan dalam komunikasi politik sangat multi
disipliner sifatnya, sehingga dalam pengkajian yang dinamis tentunya membutuhkan
paradigma yang luas dari berbagai disiplin ilmu.
Karena itu,
seperti dikatakan Rush dan Althoff (1997), komunikasi politik memainkan peranan
yang amat penting di dalam suatu sistem politik. Ia merupakan elemen dinamis,
dan menjadi bagian yang menentukan dari proses-proses sosialisasi politik,
partisipasi politik, dan rekrutmen politik. Sedangkan dalam konteks sosialisasi
politik, Graber (1984) memandang komunikasi politik ini sebagai proses
pembelajaran, penerimaan, dan
persetujuan atas kebiasaan-kebiasaan (customs) atau aturan-aturan (rules),
struktur dan faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan
politik. Ia menempati posisi penting dalam kehidupan sosial-politik karena
dapat mempengaruhi kualitas interaksi antara masyarakat dan penguasa.
Dari beberapa pengertian di atas,
jelas komunikasi politik adalah suatu proses komunikasi yang memiliki implikasi
atau konsekuensi terhadap aktivitas politik. Faktor ini pula yang membedakan
dengan disiplin komunikasi lainnya seperti komunikasi pendidikan, komunikasi bisnis,
komunikasi antar budaya, dan semacamnya. Perbedaan itu terletak pada isi
‘pesan’. Artinya komunikasi politik memiliki pesan yang bermuatan politik,
sementara komunikasi pendidikan memiliki pesan-pesan yang bermuatan pendidikan. Jadi untuk
membedakan antara satu disiplin dengan disiplin lainnya dalam studi ilmu
komunikasi, terletak pada sifat atau pesannya.
Komunikasi
politik menyalurkan aspirasi dan kepentingan politik rakyat yang menjadi input
sistem politik. Dan pada waktu yang bersamaan komunikasi politik juga
menyalurkan kebijakan yang diambil
atau output dari sistem politik.
Dengan demikian melalui komunikasi politik maka rakyat dapat memberikan
dukungan, menyampaikan aspirasi dan melakukan pengawasan terhadap sistem
politik.
Unsur-unsur yang
terlibat dalam komunikasi politik ini terbagi dua, yaitu unsur suprastruktur
dan infrastruktur politik. Suprastruktur politik terdiri dari; lembaga
eksekutif, legislatif, dan yudikatif. Sedangkan infrastruktur politik terdiri
dari; partai politik, interest group,
media massa, tokoh masyarakat, dan lainnya. Menurut VJ. Bell ada tiga jenis
pembicaraan dalam pengertian politik yang mempunyai kepentingan politik yang
jelas sekali politis, yaitu; pembicaraan kekuasaan (mempengaruhi dengan ancaman
atau janji), pembicaraan pengaruh (tanpa sanksi), dan pembicaraan otoritas
berupa perintah (Littlejohn, 2005).
Komunikasi politik
harus dilakukan dengan intensif dan persuasif agar komunikasi dapat berhasil
dan efektif. Adapun faktor yang mempengaruhi keberhasilan dari komunikasi
politik yaitu; status komunikator, kredibilitas komunikator, dan daya pikat
komunikator. Carl Hoveland, seorang ahli komunikasi mengatakan bahwa
terbentuknya sikap suatu proses komunikasi selalu berhubungan dengan
penyampaian stimuli yang biasanya dalam bentuk lisan oleh komunikator kepada
komunikan guna mengubah perilaku orang lain (Nimmo, 2005). Pendapat Hoveland
ini menyangkut efek dari suatu proses komunikasi persuasif. Asumsi dasar dari
Hoveland adalah bahwa sikap seseorang maupun perubahannya tergantung pada
proses komunikasi yang berlangsung apakah komunikasi itu diperhatikan,
dipahami, dan diterima dengan baik.
Referensi:
Nimmo, Dan. 2005. Komunikasi Politik.
Komunikator, Pesan, dan Media. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Graber, Doris A. 1984. Mass Media and American Politics.
Washington DC: CQ Press
Hasrullah. 2001. Megawati dalam Tanggapan Pers. Yogyakarta: LKiS
Littlejohn,
Stephen W and Karen A. Foss. 2005. Theories of Human Communication. New
Mexico: Wadsworth, Thomson Learning.
Pawito.
2009. Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan. Yogyakarta:
Jalasutra
Rush
dan Althoff, 1997, Pengantar Sosial
Politik. Jakarta: Raja
Grafindo
Nasution, Zulkarimein. 1990. Komunikasi
Politik: Suatu Pengantar. Jakarta: Ghalia Indonesia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar