Jumat, 25 Februari 2022

Pudarnya Kredibilitas Pemerintah di masa Pandemi Covid-19*

 

Pandemi Covid-19 sudah setahun lebih melanda dunia dan sampai sekarang masih terus berlangsung. Ini menyebabkan krisis multi dimensi tidak hanya di bidang Kesehatan, ekonomi, sosial, bahkan juga politik. Angka statistik menunjukkan kenaikan jumlah orang yang sudah terpapar dan meninggal karena Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara mengalami penurunan bahkan cenderung minus. Protokol kesehatan yang seharusnya diikuti oleh semua kalangan masyarakat, nyatanya tidak semua mematuhinya. Karenanya, tidak jarang muncul gesekan di masyarakat antara aparat penegak hukum dengan orang-orang yang melanggar protokol kesehatan. Ujung-ujungnya muncul polarisasi di masyarakat antara yang mendukung kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi dengan yang kontra, baik karena alasan kesehatan, konomi maupun alasan agama. Bahkan yang paling ekstrim, mulai muncul gerakan yang menuntut presiden mundur karena dianggap tidak mampu menangani pandemi Covid-19.

Menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), terjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap presiden dalam penanganan pandemi Covid-19, yaitu sebesar 43% pada Juni 2021 dibanding pada bulan Februari 2021 yang masih di atas 50% yaitu 56.5% dan bulan November 2020 masih 60%. Angka ini merupakan nilai terendah kepercayaan publik terhadap pemerintah sejak pandemi berlangsung dari tahun 2020 kemarin hingga sekarang. Data ini mengindikasikan bahwa kredibilitas pemerintah juga menurun dalam pandangan masyarakat. Tentunya, hal ini bisa menyebabkan ketidakpatuhan publik terhadap kebijakan pemerintah, seperti penerapan Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), anjuran mengikuti protokol kesehatan (memakai masker, menjaga jarak, dan memncuci tanga), dan ajakan untuk vaksinasi.

Tentunya banyak faktor yang menyebabkan mengapa penilaian publik semakin menurun, ada apa dengan program-program pemerintah dalam menangani wabah covid-19 ini. Membaca hasil survei tentang kepercayaan publik terhadap pemerintah ini bisa dengan banyak tafsir bahkan dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Contohnya, bahwa data hasil survei ini menunjukkan bahwa penanganan pandemi oleh pemerintah ini masih belum maksimal dan terkesan masih mengedepankan ekonomi dibanding kesehatan.

Melihat Kinerja Pemerintah

Dalam menangani pandemi Covid-19 ini sebetulnya sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Dana triliunan rupiah telah digelontorkan dan berbagai kebijakan dibuat bahkan menteri kesehatan pun sudah diganti. Namun, tidak semua program pemerintah bisa berjalan baik dan efektif baik di bidang Kesehatan maupun ekonomi sesuai harapan publik. Beberapa contoh maupun kasus yang menunjukkan bahwa kinerja pemerintah terlihat amburadul seperti jumlah orang yang positif dan yang meninggal karena Covid-19 masih meningkat, ketersedian tempat di rumah sakit yang terbatas, langkanya persediaan oksigen, belum meratanya vaksinasi di masyarakat dan lain sebagainya. Pada sisi lain, komunikasi publik pemerintah juga dinilai buruk, karena adanya miskomunikasi antara satu pejabat dengan pejabat lainnya, antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, sehingga menambah bingung masyarakat, siapa yang harus dipercayai.

Strategi dalam penanganan pandemi juga juga seringkali berubah. Hal ini mungkin disebabkan rumitnya masalah yang harus dihadapi, sehingga apapun kebijakan yang dibuat, juga harus siap untuk berubah sesuai dengan keadaan lapangan. Seperti adanya kebijakan vaksinasi berbayar yang ditujukan untuk mempercepat vaksinasi di masyarakat. Karena banyaknya penolakan dari masyarakat, maka kebijakan vaksinasi berbayar dibatalkan, alias gratis semua. Walau pemerintah seringkali bilang kalau ketersedian vaksin terpenuhi, namun seringkali di lapangan berbeda, masih banyak ditemui kendala kekurangan vaksin atau kurangnya tenaga medis.

Pandangan Masyarakat

Di sisi lain, harapan masyarakat yang terlalu tinggi terhadap penyelesaian pademi Covid-19 ini juga berkontribusi terhadap menurunnya kepercayaan pada pemerintah. Padahal, pandemi ini memang masalah yang sangat besar yang dialami oleh semua negara di dunia. Ini menunjukkan bahwa pandemi ini bukan masalah biasa tetapi sangat luar biasa, sehingga ada tahapan-tahapan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian krisis kesehatan. Ini adalah masalah yang sangat komplek sehingga membutuhkan pemahaman yang komprehensif.

Perbedaan pemahaman masyarakat tentang pandemi Covid-19 juga turut menentukan kepercayaan masyarakat. Tidak semua masyarakat percaya adanya covid-19. Bahkan, banyak di antara mereka yang mempercayai bahwa Covid-19 merupakan teori konspirasi belaka. Sebagian tokoh agama juga banyak yang menyangkal adanya Covid-19 ini, karena pemahaman mereka yang mempertentangkan antara agama dan sains. Alhasil, orang-orang yang tidak percaya adanya covid-19, maka mereka juga cenderung akan menolak vaksinasi. Sedang yang percaya saja, masih banyak yang menolak vaksin baik karena alasan Kesehatan maupun alasan agama.

Perbandingan antar Negara

Memahami suatu data atau fakta kadang tergantung dari perspektif atau sudut pandang mana kita melihatnya. Apa yang dialami oleh Indonesia dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19 juga dialami oleh semua negara. Sehingga seringkali kita membandingkan satu negara dengan negara lainnya. Sebagai contoh, ketika kita membandingkan Indonesia dengan Singapore, Selandia Baru, dan Australia dalam masalah pandemi Covid-19, maka akan muncul kesan bahwa kinerja pemerintah Indonesia terlihat amburadul bahkan tidak becus. Sedang kalau kita bandingkan dengan negara lainnya seperti India, Brazil, atau Amerika, maka kesan yang kita dapatkan adalah bahwa pemerintah sudah cukup baik kinerjanya. Hal ini terjadi karena ada bias dalam diri kita dalam melihat suatu persoalan, sehingga mempengaruhi persepsi kita. Kita cenderung mengafirmasi data atau informasi yang mendukung preferensi kita. Begitu pula kita akan mengabaikan bahkan menolak data atau informasi yang tidak meneguhkan keyakinan kita.

Mengkritisi kinerja pemerintah tetap perlu kita lakukan agar ada perbaikan. Nyinyir terhadap usaha pemerintah, saya kira perbuatan sia-sia. Lebih baik kita turut serta menanggulangi pandemi Covid-19 ini dengan cara menghindari berita hoaks dan memberi pemahaman yang benar pada masyarakat tentang apa yang terjadi saat ini.

*tulisan ini sudah terbit di Terakota

Tidak ada komentar:

Posting Komentar