Jumat, 25 Februari 2022

Guru Besar hanya untuk Kampus Besar?

 





Puan dan Citra Politik*

 

Di saat pandemi Covid-19 ini, ketika kita keluar ke jalan raya banyak kita jumpai mobil ambulans yang lalu-lalang yang membawa pasien covid-19. Ini membuat hati kita terasa trenyuh menyaksikannya dan berpikir kapan pandemi ini akan segera berakhir. Namun pada sisi lain, banyak juga kita jumpai baliho para politisi bertebaran di sepanjang jalan di berbagai pelosok negeri. Salah satu politisi tersebut adalah Puan Maharani, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat. Jadinya, ketika di jalan, rasa ngenes melihat mobil ambulans dan rasa gemes memandang gambar baliho politisi terasa campur aduk.

Apakah salah, para politisi ini membranding dirinya dengan gambar yang besar dan mengganggu pemandangan di jalan? Ya tidak secara aturan. Namun, secara etika perlu dikritisi. Apa pantas, di saat kasus covid-19 masih meningkat, mereka malah sibuk dengan pencitraan dirinya dan menghambur-hamburkan uang dalam bentuk promosi media luar ruang untuk menaikkan popularitas dan elektabilitas mereka. Apa tidak sebaiknya, uang mereka digunakan untuk orang yang terdampak pandemi Covid-19. Sedang pemilihan presiden 2024 masih jauh, sekitar tiga tahun lagi. Sungguh tidak etis dan tidak punya rasa empati mereka ini.

Citra Politik Puan

Hasil beberapa lembaga survei terkait popularitas dan elektabilitas calon presiden 2024, menunjukkan bahwa popularitas dan elektabilitas Puan Maharani masih jauh di bawah Ganjar Pranowo yang sama-sama kader PDI-P. Keduanya sempat berseteru, ketika Puan mengumpulkan kader PDI-P se Jawa Tengah, namun tidak mengundang Ganjar sama sekali. Bahkan salah satu pengurus DPP PDI-P mengkritik keras Ganjar karena dianggap ambisi nyapres dengan terlalu sering tampil media sosial.

Dari kasus perseteruan dengan Ganjar tersebutlah, tim Puan mulai kampanye di banyak media dan salah satunya dengan memasang baliho secara besar-besaran di mana-mana di berbagai daerah di Indonesia. Usaha ini dilakukan semata-mata untuk mengangkat citra Puan agar tidak kalah dari Ganjar.

Lantas apakah kampanye melalui baliho ini akan efektif? Belum tentu. Kalo untuk meningkatkan popularitas mungkin iya, tapi kalo untuk elektabilitas nanti dulu. Banyak masyarakat merasa muak dengan adanya baliho-baliho yang bertebaran di jalan-jalan. Hal ini dibuktikan dengan adanya beberapa kasus vandalisme atau perusakan terhadap baliho-baliho Puan di beberapa daerah. Mungkin mereka merasa Puan Maharani sebagai ketua DPR RI kurang punya sense of crisis dan rasa kepedulian terhadap pandemi Covid-19. Dan hanya mementingkan citra pribadi dan kepentingannya dalam rangka menuju pilpres 2024.

Hal ini bisa menjadi kampanye yang kontra produktif. Dimana kampanye yang massif dilakukan oleh Puan melalui media luar ruang yang ditujukan untuk menaikkan citra positifnya di mata masyarakat, justru menjadi bumerang, yaitu merusak citra itu sendiri. Ketika masyarakat ditanya siapa itu Puan Maharani? Saya yakin banyak yang jawab bahwa Puan adalah ketua DPR dan anak Megawati, itu aja. Tapi, kalo ditanya apa yang sudah dilakukan oleh Puan untuk masyarakat banyak? Mungkin mereka akan kebingungan untuk menjawabnya. Kalaupun ada, mungkin mereka akan mengatakan bahwa foto dan gambar Puan bertebaran dimana-mana. Ini nampak kampanyenya kurang tepat secara konteks waktu dan tempat.

Berbeda dengan Ganjar Pranowo, menurut beberapa lembaga survei, elektabilitasnya cukup tinggi bersaing dengan Prabowo Subianto dan Anis Baswedan. Secara Ganjar saat ini adalah Gubernur Jawa Tengah. Karena posisinya tersebut, Ganjar banyak diuntungkan dari segi popularitas dan elektabilitasnya. Selain itu, kerja-kerja Ganjar banyak diapresiasi oleh masyarakat  banyak, walaupun tidak sedikit juga yang mengkritiknya. Seperti gaya blusukan Ganjar yang banyak meniru Jokowi, aktif menyapa kalangan muda di media sosial, keliling ke masyarakat dengan bersepeda, dan lain-lainnya. Ini semua juga sebetulnya bagian dari usaha-usaha terselubung Ganjar untuk menaikkan citra diri dia, dalam rangka mendapatkan tiket ke 2024.

Saran untuk Puan

Puan Maharani sebetulnya punya kelebihan dan keuntungan tersendiri sebagai ketua DPR dan anak dari ketua umum PDI-P Megawati. Sebagai penerus trah Soekarno (secara biologis ya, ideologis nanti dulu), dia bisa mendapat hak prioritas untuk mendapatkan tiket menuju pilpres 2024 dibanding Ganjar tentunya. Namun, apalah arti sebuah tiket pencapresan kalau hanya untuk kalah dan bukan untuk menang. Karenanya, Puan dan timnya perlu membuat strategi jitu untuk menaikkan citranya yang disesuaikan dengan kondisi pandemi Covid-19 saat ini.

Salah satu strategi tersebut adalah, mungkin Puan bisa meniru Jokowi, ketika sebelum pencapresan 2014, dengan gaya blusukan. Ketika menjabat gubernur DKI, Jokowi menjadi media darling bagi wartawan. Kemanapun Jokowi blusukan, akan diikuti oleh banyak wartawan untuk kemudian diberitakan. Sehingga ini bisa menjadi promosi gratis untuk pencitraan.

Sebagai ketua DPR, Puan perlu untuk sering-sering blusukan ke kalangan bawah, kalangan miskin, kalangan minoritas, bahkan ke bawah kolong jembatan. Bolehlah dengan dalih pengawasan dan kontrol terhadap program pemerintah. Seperti apakah bantuan sosial pemerintah sudah tersalurkan dengan baik, bagaimana penanganan Covid-19, apakah vaksinasi sudah diperoleh oleh masyarakat pinggiran, dan lain sebagainya. Tapi juga harus dipastikan, bahwa kegiatan blusukan ini diikuti oleh wartawan agar mendapat nilai pemberitaan. Hal-hal inilah, biasanya akan mendapat simpati dari masyarakat, walaupun masyarakat tidak tahu kalau ini pencitraan terselubung, daripada sekedar gambar dan baliho di pinggir jalan.

Dan kalau di lapangan ditemui masalah-malasah dan hambatan-hambatan berkaitan dengan program-program pemerintah, perlu juga Puan sebagai ketua DPR mengkritik pemerintah. Walaupun PDI-P merupakan partai koalisi pendukung pemerintah, toh tugas dan fungsi DPR memang mengawasi kinerja pemerintah. Agar masyarakat merasakan kehadiran ketua DPR untuk mewakili suara-suara mereka. Akhirnya, pencitraan diri seorang politisi itu suatu keniscayaan dan sadar terhadap situasi dan kondisi perlu dipertimbangkan.

*Tulisan ini sudah terbit di Times Indonesia

Pudarnya Kredibilitas Pemerintah di masa Pandemi Covid-19*

 

Pandemi Covid-19 sudah setahun lebih melanda dunia dan sampai sekarang masih terus berlangsung. Ini menyebabkan krisis multi dimensi tidak hanya di bidang Kesehatan, ekonomi, sosial, bahkan juga politik. Angka statistik menunjukkan kenaikan jumlah orang yang sudah terpapar dan meninggal karena Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di sejumlah negara mengalami penurunan bahkan cenderung minus. Protokol kesehatan yang seharusnya diikuti oleh semua kalangan masyarakat, nyatanya tidak semua mematuhinya. Karenanya, tidak jarang muncul gesekan di masyarakat antara aparat penegak hukum dengan orang-orang yang melanggar protokol kesehatan. Ujung-ujungnya muncul polarisasi di masyarakat antara yang mendukung kebijakan pemerintah dalam menangani pandemi dengan yang kontra, baik karena alasan kesehatan, konomi maupun alasan agama. Bahkan yang paling ekstrim, mulai muncul gerakan yang menuntut presiden mundur karena dianggap tidak mampu menangani pandemi Covid-19.

Menurut hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), terjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap presiden dalam penanganan pandemi Covid-19, yaitu sebesar 43% pada Juni 2021 dibanding pada bulan Februari 2021 yang masih di atas 50% yaitu 56.5% dan bulan November 2020 masih 60%. Angka ini merupakan nilai terendah kepercayaan publik terhadap pemerintah sejak pandemi berlangsung dari tahun 2020 kemarin hingga sekarang. Data ini mengindikasikan bahwa kredibilitas pemerintah juga menurun dalam pandangan masyarakat. Tentunya, hal ini bisa menyebabkan ketidakpatuhan publik terhadap kebijakan pemerintah, seperti penerapan Perberlakukan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM), anjuran mengikuti protokol kesehatan (memakai masker, menjaga jarak, dan memncuci tanga), dan ajakan untuk vaksinasi.

Tentunya banyak faktor yang menyebabkan mengapa penilaian publik semakin menurun, ada apa dengan program-program pemerintah dalam menangani wabah covid-19 ini. Membaca hasil survei tentang kepercayaan publik terhadap pemerintah ini bisa dengan banyak tafsir bahkan dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Contohnya, bahwa data hasil survei ini menunjukkan bahwa penanganan pandemi oleh pemerintah ini masih belum maksimal dan terkesan masih mengedepankan ekonomi dibanding kesehatan.

Melihat Kinerja Pemerintah

Dalam menangani pandemi Covid-19 ini sebetulnya sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Dana triliunan rupiah telah digelontorkan dan berbagai kebijakan dibuat bahkan menteri kesehatan pun sudah diganti. Namun, tidak semua program pemerintah bisa berjalan baik dan efektif baik di bidang Kesehatan maupun ekonomi sesuai harapan publik. Beberapa contoh maupun kasus yang menunjukkan bahwa kinerja pemerintah terlihat amburadul seperti jumlah orang yang positif dan yang meninggal karena Covid-19 masih meningkat, ketersedian tempat di rumah sakit yang terbatas, langkanya persediaan oksigen, belum meratanya vaksinasi di masyarakat dan lain sebagainya. Pada sisi lain, komunikasi publik pemerintah juga dinilai buruk, karena adanya miskomunikasi antara satu pejabat dengan pejabat lainnya, antara pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, sehingga menambah bingung masyarakat, siapa yang harus dipercayai.

Strategi dalam penanganan pandemi juga juga seringkali berubah. Hal ini mungkin disebabkan rumitnya masalah yang harus dihadapi, sehingga apapun kebijakan yang dibuat, juga harus siap untuk berubah sesuai dengan keadaan lapangan. Seperti adanya kebijakan vaksinasi berbayar yang ditujukan untuk mempercepat vaksinasi di masyarakat. Karena banyaknya penolakan dari masyarakat, maka kebijakan vaksinasi berbayar dibatalkan, alias gratis semua. Walau pemerintah seringkali bilang kalau ketersedian vaksin terpenuhi, namun seringkali di lapangan berbeda, masih banyak ditemui kendala kekurangan vaksin atau kurangnya tenaga medis.

Pandangan Masyarakat

Di sisi lain, harapan masyarakat yang terlalu tinggi terhadap penyelesaian pademi Covid-19 ini juga berkontribusi terhadap menurunnya kepercayaan pada pemerintah. Padahal, pandemi ini memang masalah yang sangat besar yang dialami oleh semua negara di dunia. Ini menunjukkan bahwa pandemi ini bukan masalah biasa tetapi sangat luar biasa, sehingga ada tahapan-tahapan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk penyelesaian krisis kesehatan. Ini adalah masalah yang sangat komplek sehingga membutuhkan pemahaman yang komprehensif.

Perbedaan pemahaman masyarakat tentang pandemi Covid-19 juga turut menentukan kepercayaan masyarakat. Tidak semua masyarakat percaya adanya covid-19. Bahkan, banyak di antara mereka yang mempercayai bahwa Covid-19 merupakan teori konspirasi belaka. Sebagian tokoh agama juga banyak yang menyangkal adanya Covid-19 ini, karena pemahaman mereka yang mempertentangkan antara agama dan sains. Alhasil, orang-orang yang tidak percaya adanya covid-19, maka mereka juga cenderung akan menolak vaksinasi. Sedang yang percaya saja, masih banyak yang menolak vaksin baik karena alasan Kesehatan maupun alasan agama.

Perbandingan antar Negara

Memahami suatu data atau fakta kadang tergantung dari perspektif atau sudut pandang mana kita melihatnya. Apa yang dialami oleh Indonesia dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19 juga dialami oleh semua negara. Sehingga seringkali kita membandingkan satu negara dengan negara lainnya. Sebagai contoh, ketika kita membandingkan Indonesia dengan Singapore, Selandia Baru, dan Australia dalam masalah pandemi Covid-19, maka akan muncul kesan bahwa kinerja pemerintah Indonesia terlihat amburadul bahkan tidak becus. Sedang kalau kita bandingkan dengan negara lainnya seperti India, Brazil, atau Amerika, maka kesan yang kita dapatkan adalah bahwa pemerintah sudah cukup baik kinerjanya. Hal ini terjadi karena ada bias dalam diri kita dalam melihat suatu persoalan, sehingga mempengaruhi persepsi kita. Kita cenderung mengafirmasi data atau informasi yang mendukung preferensi kita. Begitu pula kita akan mengabaikan bahkan menolak data atau informasi yang tidak meneguhkan keyakinan kita.

Mengkritisi kinerja pemerintah tetap perlu kita lakukan agar ada perbaikan. Nyinyir terhadap usaha pemerintah, saya kira perbuatan sia-sia. Lebih baik kita turut serta menanggulangi pandemi Covid-19 ini dengan cara menghindari berita hoaks dan memberi pemahaman yang benar pada masyarakat tentang apa yang terjadi saat ini.

*tulisan ini sudah terbit di Terakota

Minggu, 06 September 2020

Nalar Teori Konspirasi tentang Covid-19

 


         Pandemi virus corona berjenis covid-19 saat ini telah menyebabkan krisis multi dimensi baik di sektor Kesehatan, ekonomi, sosial, politik, dan lain sebagainya. Namun, di antara berbagai krisis tersebut yang juga perlu dicermati adalah munculnya krisis nalar. Hal ini terjadi, karena akhir-akhir ini banyak perbincangan teori konspirasi tentang covid-19. Bagi Sebagian orang, alih-alih sibuk bagaimana cara menyikapi dan menghadapi wabah covid-19, yang ada malah mempercayai dan menyebarluaskan teori konspirasi ini. Teori konspirasi selalu muncul dalam kehidupan manusia dengan segala problematinya, tidak hanya pada saat pandemi seperti sekarang, tapi juga pada masa-masa sebelumnya. Banyak orang tertarik membicarakan teori konspirasi karena penasaran atau mungkin juga tidak menemukan jawaban dan penjelasan mengapa pandemi covid-19 ini terjadi.

            Beberapa teori konspirasi tentang covid-19 mengatakan bahwa virus corona covid-19 ini merupakan senjata biologis China yang bocor di laboratorium di Wuhan. Sedangkan China meyakini bahwa virus corona ini dibawa oleh tantara Angkatan darat Amerika yang sedang latihan di Wuhan. Ada juga yang percaya bahwa virus corona ini berasal dari luar angkasa yang dibawa oleh meteor yang meledak di China. Sebagiannya lagi menuding bahwa adanya aktor intelektual di balik terjadinya pandemi virus covid-19 di dunia ini yaitu Bill Gates. Pendiri Microsoft ini dituduh karena pada tahun 2015 sudah membicarakan kemungkinan munculnya virus corona di masa depan dan telah menggelontorkan dana 3 triliun rupiah untuk penelitian dan penemuan vaksin virus ini. Dan yang terbaru adalah drummer Superman Is Dead (SID), Jerinx, yang menyakini bahwa visrus corona merupakan teori konspirasi belaka, bahkan menantang untuk disuntik virus corona untuk membuktikan kebenarannya.

            Beredarnya beberapa teori konspirasi di atas sudah dibantah oleh banyak pakar di bidangnya. Seperti kata Kristian Andersen, seorang profesor imunologi dan mikrobiologi di Scripps Research bahwa virus covid-19 berasal dari proses alami dan ditularkan dari hewan seperti kelelawar. Pernyataan ini membantah bahwa virus covid-19 adalah senjata biologis China untuk menyerag negara lain. Seorang spesialis penyakit menular Dominic Sparkes dari University College London juga mengatakan bahwa Covid-19 ini serupa dengan SARS dan MERS yang merupakan virus dari binatang, jadi bukan dari ruang angkasa. Bahkan Komunitas Intelijen Amerika Serikat menyebutkan Covid-19 bukan buatan manusia atau dimodifikasi secara genetis, untuk menyanggah tudingan Donald Trump. Dan masih banyak lagi bantahan-bantahan terhadap teori konspirasi oleh para pakar lainnya.

            Penyebaran teori konspirasi bisa makin massif karena di dukung oleh mudahnya akses media sosial. Siapa saja yang meyakininya dengan mudah menyebarluaskan terutama kepada teman dan kerabat dekatnya. Sedang orang yang menerima pesan teori konspirasi ini seringkali menerima begitu saja tanpa mau mengkroscek kebenarannya.  Pesan-pesan tentang teori konspirasi seperti ini seringkali berseliweran di beranda media sosial kita, bertumpang-tindih dengan berita-berita hoax lainnya tentang virus covid-19. Mudahnya akses informasi ini pada satu sisi memberi kita beragam informasi, tapi pada sisi lain karena lemahnya filter kita terhadap informasi yang kita terima, semakin membuat kita bingung bahkan cemas karenanya.

            Menurut beberapa ahli munculnya teori konspirasi yang dipercaya oleh banyak orang disebabkan oleh beberapa hal. Pertama, banyak orang yang mengandalkan akal rasional saja dan mengabaikan fakta empiris. Tipikal seperti ini biasanya seseorang hanya mengutak-atik gathuk tentang suatu peristiwa atau fenomena. Bahasa kerennya mungkin adalah cocokologi, yaitu, menjelaskan sesuatu dengan cara mencocok-cocokkan saja tapi tidak mampu menyajikan bukti empiris untuk mendukung argumentasinya. Dalam kehidupan sehari-hari orang seperti ini biasanya keras kepala, hanya meyakini dirinya sendiri tanpa mengindahkan penjelasan dari orang lain. Kedua, mengurangi ketidak pastian. Tidak semua peristiwa di dunia ini ada jawaban dan penjelasannya. Sama dengan pandemi virus corona saat ini, banyak kalangan masih belum bisa memastikan apa penyebab munculnya virus corona ini dan vaksin apa sebagai penawarnya. Munculnya teori konspirasi ini bagi sebagian orang menjadi jawabatan dari kabut misteri yang menyelimutinya walaupun itu semu. Ketiga, bisa jadi teori konspirasi ini hanya pengalihan isu dari kondisi yang dihadapi oleh Sebagian orang dan kalangan. Seperti tuduhan Donald Trump bahwa virus corona ini merupakan akibat dari kebocoran laboratorium di Wuhan, dan China harus bertanggung jawab untuk itu. Tuduhan ini selalu diulang-ulang yang bagi sebagian orang dianggap sebagai pengalihan isu oleh Trump, karena tidak mampu mengatasi pandemi covid-19 di Amerika. Amerika sendiri sekarang menjadi negara yang paling terpapar virus corona dimana yang positif kena covid-19 sudah lebih dari 1 juta orang dan meninggal lebih dari 60.000 orang. Teori konspirasi inipun juga digaungkan oleh China, karena tidak mau dituduh sebagai biang keladi oleh Amerika, menuduh balik Amerika bahwa virus corona ini dibawa tantara Amerika yang dating ke Wuhan. Sehingga yang terjadi adalah perang opini antara Amerika dan China sebagai kelanjutan dari perang dagang antar keduanya untuk berebut pengaruh di mata internasional.

            Kepercayaan sebagian orang tentang teori konspirasi covid-19 ini bisa membahayakan bagi orang lain apalagi dilakukan oleh seorang publik figur. Kalau orang mempercayainya sendiri tanpa menyebarluaskan pada orang lain mungkin masih bisa dimaklumi. Kita bisa membayangkan kalau seseorang tidak mempercayai bahayanya penularan virus covid19, maka dia akan mengabaikan protocol Kesehatan. Seperti keluar rumah tidak memakai masker, bertemu orang lain tanpa menjaga jarak, mengabaikan imunitas tubuh, tetap mudik ke kampung halaman walau sudah dilarang pemerintah dan lain sebagainya. Jika ini dilakukan oleh seorang publik figur, maka perilaku ini bisa diikuti oleh para pengikutnya atau orang yang sependapat dengannya. Untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, maka kita sebaiknya harus hati-hati terhadap setiap isu-isu yang tidak jelas sumbernya, hindari membaca berita hoax, kritis terhadap teori konspirasi. intinya kita harus cermat dalam menerima setiap informasi apalagi tanpa disertai bukti dan fakta pendukungnya.

           

Rabu, 07 Januari 2015

Penelitian menurut tingkat ekplanasinya



Adalah penelitian yg bermaksud menjelaskan kedudukan variable-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. 
a)      Penelitian Deskriptif 
b)      Penelitian Komparatif
c)      Penelitian Asosiatif/ hubungan

Penelitan survei


Penelitian survei adalah penelitian yangg dilakukan pada populasi besar maupun kecil tetapi data yangg dipelajari adalah data dari sampel yangg diambil dari populasi sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi, dan hubungan-hubungan antar variabel (Kerlinger, 1973).
Penelitian survei adalah penelitian yang mengambil sampel dari satu populasi dan menggunakan kuesioner sebagai alat pengumpulan data yg pokok (Masri Singarimbun, 1989).

Metode Penelitian



Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Ada empat kata kunci:
1.      Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu:
a)      Rasional   : kegiatan penelitian dilakukan dg cara-cara yg masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia.
b)      Empiris    : Cara-cara yg dilakukan dpt diamati oleh indera manusia, shg orang lain dpt mengamati dan mengetahui cara-cara yang digunakan
c)      Sistematis: proses yg digunakan dlm penelitian menggunakan langkah-langkah tertentu yg logis.