Selasa, 06 Januari 2015

Unsur-unsur Komunikasi Politik


          Komunikasi politik pada dasarnya merupakan salah satu bentuk dari banyak bentuk komunikasi, baik dari sisi jumlah pelakunya yang relatif sederhana seperti halnya komunikasi antar persona maupun dalam bentuk yang lebih kompleks seperti halnya komunikasi yang dilakukan oleh suatu lembaga, maka dalam prosesnya ia tidak terlepas dari dimensi-dimensi komunikasi pada umumnya. Seperti dalam bentuk-bentuk komunikasi lainnya, komunikasi politik berlangsung dalam suatu proses penyampaian pesan-pesan tertentu untuk mencapai suatu tujuan tertentu pula. Dimensi-dimensi inilah pada dasarnya yang memungkinkan terjadinya suatu kegiatan komunikasi politik dalam suatu masyarakat. Sehingga keluaran (output) komunikasi politik pada akhirnya akan ditentukan oleh dimensi-dimensi tersebut secara keseluruhan.
        Menurut Asep Saiful Muhtadi (2008), ada beberapa komponen penting yang terlibat dalam proses komunikasi politik. Pertama, komunikator dalam komunikasi politik, yaitu pihak yang memprakarsai dan mengarahkan suatu tindak komunikasi. Seperti dalam peristiwa komunikasi pada umumnya, komunikator dalam komunikasi politik dapat dibedakan dalam wujud individu, lembaga ataupun berupa kumpulan orang.
         Dalam pandangan Dan Nimmo (2005), komunikator politik ini memainkan peran-peran sosial yang utama, terutama dalam proses pembentukan opini publik. Para pemimpin organisasi ataupun juru bicara partai-partai politik adalah pihak-pihak yang menciptakan opini publik, karena mereka berhasil membuat sejumlah gagasan yang mula-mula ditolak, kemudian dipertimbangkan, dan akhirnya diterima publik. Karena itu, lanjut Dan Nimmo, sikapnya terhadap khalayak serta martabat yang diberikannya kepada mereka sebagai manusia dapat mempengaruhi komunikasi yang dihasilkannya. Baik sebagai sumber individual maupun kolektif, setiap komunikator politik merupakan pihak potensial yang ikut menentukan arah sosialisasi, bentuk-bentuk partisipasi, serta pola-pola rekrutmen massa politik untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan.
            Kedua, khalayak komunikasi politik, yaitu peran penerima yang sebetulnya hanya bersifat sementara. Sebab, seperti konsep umum yang berlaku dalam komunikasi, ketika penerima itu memberikan feedback dalam suatu proses komunikasi politik, atau pada saat ia meneruskan pesan-pesan itu kepada khalayak lain dalam kesempatan komunikasi yang berbeda, maka pada saat itu peran penerima telah berubah menjadi sumber atau komunikator.  Khalayak komunikasi politik dapat memberikan respon atau umpan balik, baik dalam bentuk pikiran, sikap maupun perilaku politik yang diperankannya. Dalam berbagai riset tentang sosialisasi politik, menurut Kraus dan Davis (1978), diperoleh indikasi bahwa komunikator tahap kedua (yang sebelumnya berperan sebagai khalayak) memainkan peran yang signifikan pada komunikasi berikutnya.
         Untuk melihat karakteristik khalayak komunikasi politik, penting untuk mengungkap klasifikasi khalayak dari Dan Nimmo (2006), yang membagi khalayak ke dalam tiga tipe publik opini yang tak terorganisasi: publik atentif, publik berpikiran isu, dan publik ideologis. Publik atentif adalah seluruh warga negara yang dibedakan atas dasar tingkatannya yang tinggi dalam keterlibatan politik, informasi, perhatian, dan berpikiran kewarganegaraan. Publik berpikiran isu adalah bagian dari publik atentif yang lebih tertarik pada isu khusus ketimbang pada politik pada umumnya. Sedangkan publik ideologis adalah kelompok orang yang memiliki sistem kepercayaan yang relatif tertutup, dengan menggunakan ukuran nilai-nilai suka dan tidak suka. Mereka menganut kepercayaan dan atau nilai-nilai yang secara logis saling melekat dan tidak berkontradiksi satu sama lain.
            Ketiga, saluran-saluran komunikasi politik, yakni setiap pihak atau unsur yang memungkinkan sampainya pesan-pesan politik. Dalam hal-hal tertentu, memang terdapat fungsi ganda yang diperankan unsur-unsur tertentu dalam komunikasi. Misalnya, dalam proses komunikasi politik, birokrasi dapat memerankan fungsi ganda. Di satu sisi, ia berperan sebagai komunikator yang menyampaikan pesan-pesan yang berasal dari pemerintah; dan di sisi lain, ia juga dapat berperan sebagai saluran komunikasi bagi lewatnya informasi yang berasal dari khalayak masyarakat.
        Selain saluran komunikasi antar pribadi seperti banyak terjadi di masyarakat, unsur yang tidak kalah pentingnya dalam proses penyampaian pesan-pesan politik adalah media massa. Secara historis, penelitian efek media massa dalam perilaku politik telah cukup memperlihatkan besarnya peran media massa dalam kegiatan komunikasi politik khususnya di Amerika (Muhtadi, 2008). Di Indonesia, di samping belum banyak penelitian tentang hal tersebut, penggunaan media massa dalam kegiatan kampanye politik dalam pemilu tampaknya mulai meningkat. Efek politis komunikasi massa ini, menurut Blumler dan Gurevitch (1982), terjadi terutama  karena secara umum media massa memiliki efek potensial yang sangat besar pada khalayaknya. Lebih-lebih karena pemberitaan di media, menurut Agus Sudibyo (2001), senantiasa dirumuskan sarat dengan muatan-muatan etika, moral, dan nilai-nilai. Para jurnalis sendiri, lanjut Agus Sudibyo, bukanlah robot yang dapat diprogram untuk senantiasa melaporkan fakta secara apa adanya. Sehingga pada gilirannya, media bukan saja berfungsi sebagai saluran informasi politik, tapi juga berperan sebagai kekuatan sosial yang ikut menentukan perubahan-perubahan di dalam masyarakat.


Referensi
Blumler dan Gurevitch. 1982. The Political Effects of Mass Communication, dalam Michael Gurevitch et. al (editors), Culture, Society and the Media. New York: Muthuen
Kraus, Sidney and Davis, Dennie. 1976. The Effects of Mass Communication on Political Behavior. Pennsylvania: The Pennsylvania State University Press
Muhtadi, Asep Saiful. 2008. Komunikasi politik Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru. Bandung: Remaja Rosdakarya
Nimmo, Dan. 2006. Komunikasi Politik. Khalayak dan Efek. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Sudibyo, Agus. 2001. Politik Media dan Pertarungan Wacana. Yogyakarta: LkiS


Tidak ada komentar:

Posting Komentar