Pandemi Covid-19 sudah setahun
lebih melanda dunia dan sampai sekarang masih terus berlangsung. Ini
menyebabkan krisis multi dimensi tidak hanya di bidang Kesehatan, ekonomi, sosial,
bahkan juga politik. Angka statistik menunjukkan kenaikan jumlah orang yang
sudah terpapar dan meninggal karena Covid-19. Pertumbuhan ekonomi di sejumlah
negara mengalami penurunan bahkan cenderung minus. Protokol kesehatan yang
seharusnya diikuti oleh semua kalangan masyarakat, nyatanya tidak semua mematuhinya.
Karenanya, tidak jarang muncul gesekan di masyarakat antara aparat penegak
hukum dengan orang-orang yang melanggar protokol kesehatan. Ujung-ujungnya
muncul polarisasi di masyarakat antara yang mendukung kebijakan pemerintah
dalam menangani pandemi dengan yang kontra, baik karena alasan kesehatan,
konomi maupun alasan agama. Bahkan yang paling ekstrim, mulai muncul gerakan
yang menuntut presiden mundur karena dianggap tidak mampu menangani pandemi
Covid-19.
Menurut hasil survei Lembaga Survei
Indonesia (LSI), terjadi penurunan kepercayaan masyarakat terhadap presiden
dalam penanganan pandemi Covid-19, yaitu sebesar 43% pada Juni 2021 dibanding
pada bulan Februari 2021 yang masih di atas 50% yaitu 56.5% dan bulan November
2020 masih 60%. Angka ini merupakan nilai terendah kepercayaan publik terhadap
pemerintah sejak pandemi berlangsung dari tahun 2020 kemarin hingga sekarang. Data
ini mengindikasikan bahwa kredibilitas pemerintah juga menurun dalam pandangan
masyarakat. Tentunya, hal ini bisa menyebabkan ketidakpatuhan publik terhadap
kebijakan pemerintah, seperti penerapan Perberlakukan Pembatasan Kegiatan
Masyarakat (PPKM), anjuran mengikuti protokol kesehatan (memakai masker,
menjaga jarak, dan memncuci tanga), dan ajakan untuk vaksinasi.
Tentunya banyak faktor yang
menyebabkan mengapa penilaian publik semakin menurun, ada apa dengan
program-program pemerintah dalam menangani wabah covid-19 ini. Membaca hasil
survei tentang kepercayaan publik terhadap pemerintah ini bisa dengan banyak
tafsir bahkan dari berbagai perspektif atau sudut pandang. Contohnya, bahwa
data hasil survei ini menunjukkan bahwa penanganan pandemi oleh pemerintah ini
masih belum maksimal dan terkesan masih mengedepankan ekonomi dibanding kesehatan.
Melihat Kinerja Pemerintah
Dalam menangani pandemi Covid-19
ini sebetulnya sudah banyak yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi. Dana triliunan
rupiah telah digelontorkan dan berbagai kebijakan dibuat bahkan menteri kesehatan
pun sudah diganti. Namun, tidak semua program pemerintah bisa berjalan baik dan
efektif baik di bidang Kesehatan maupun ekonomi sesuai harapan publik. Beberapa
contoh maupun kasus yang menunjukkan bahwa kinerja pemerintah terlihat
amburadul seperti jumlah orang yang positif dan yang meninggal karena Covid-19 masih
meningkat, ketersedian tempat di rumah sakit yang terbatas, langkanya
persediaan oksigen, belum meratanya vaksinasi di masyarakat dan lain
sebagainya. Pada sisi lain, komunikasi publik pemerintah juga dinilai buruk,
karena adanya miskomunikasi antara satu pejabat dengan pejabat lainnya, antara
pemerintah daerah dengan pemerintah pusat, sehingga menambah bingung
masyarakat, siapa yang harus dipercayai.
Strategi dalam penanganan pandemi
juga juga seringkali berubah. Hal ini mungkin disebabkan rumitnya masalah yang
harus dihadapi, sehingga apapun kebijakan yang dibuat, juga harus siap untuk
berubah sesuai dengan keadaan lapangan. Seperti adanya kebijakan vaksinasi
berbayar yang ditujukan untuk mempercepat vaksinasi di masyarakat. Karena
banyaknya penolakan dari masyarakat, maka kebijakan vaksinasi berbayar
dibatalkan, alias gratis semua. Walau pemerintah seringkali bilang kalau
ketersedian vaksin terpenuhi, namun seringkali di lapangan berbeda, masih
banyak ditemui kendala kekurangan vaksin atau kurangnya tenaga medis.
Pandangan Masyarakat
Di sisi lain, harapan masyarakat
yang terlalu tinggi terhadap penyelesaian pademi Covid-19 ini juga
berkontribusi terhadap menurunnya kepercayaan pada pemerintah. Padahal, pandemi
ini memang masalah yang sangat besar yang dialami oleh semua negara di dunia.
Ini menunjukkan bahwa pandemi ini bukan masalah biasa tetapi sangat luar biasa,
sehingga ada tahapan-tahapan dan rentang waktu yang dibutuhkan untuk
penyelesaian krisis kesehatan. Ini adalah masalah yang sangat komplek sehingga
membutuhkan pemahaman yang komprehensif.
Perbedaan pemahaman masyarakat
tentang pandemi Covid-19 juga turut menentukan kepercayaan masyarakat. Tidak
semua masyarakat percaya adanya covid-19. Bahkan, banyak di antara mereka yang
mempercayai bahwa Covid-19 merupakan teori konspirasi belaka. Sebagian tokoh
agama juga banyak yang menyangkal adanya Covid-19 ini, karena pemahaman mereka
yang mempertentangkan antara agama dan sains. Alhasil, orang-orang yang tidak
percaya adanya covid-19, maka mereka juga cenderung akan menolak vaksinasi.
Sedang yang percaya saja, masih banyak yang menolak vaksin baik karena alasan
Kesehatan maupun alasan agama.
Perbandingan antar Negara
Memahami suatu data atau fakta kadang
tergantung dari perspektif atau sudut pandang mana kita melihatnya. Apa yang
dialami oleh Indonesia dalam kaitannya dengan pandemi Covid-19 juga dialami
oleh semua negara. Sehingga seringkali kita membandingkan satu negara dengan
negara lainnya. Sebagai contoh, ketika kita membandingkan Indonesia dengan
Singapore, Selandia Baru, dan Australia dalam masalah pandemi Covid-19, maka
akan muncul kesan bahwa kinerja pemerintah Indonesia terlihat amburadul bahkan
tidak becus. Sedang kalau kita bandingkan dengan negara lainnya seperti India,
Brazil, atau Amerika, maka kesan yang kita dapatkan adalah bahwa pemerintah
sudah cukup baik kinerjanya. Hal ini terjadi karena ada bias dalam diri kita
dalam melihat suatu persoalan, sehingga mempengaruhi persepsi kita. Kita
cenderung mengafirmasi data atau informasi yang mendukung preferensi kita.
Begitu pula kita akan mengabaikan bahkan menolak data atau informasi yang tidak
meneguhkan keyakinan kita.
Mengkritisi kinerja pemerintah
tetap perlu kita lakukan agar ada perbaikan. Nyinyir terhadap usaha pemerintah,
saya kira perbuatan sia-sia. Lebih baik kita turut serta menanggulangi pandemi
Covid-19 ini dengan cara menghindari berita hoaks dan memberi pemahaman yang
benar pada masyarakat tentang apa yang terjadi saat ini.
*tulisan ini sudah terbit di Terakota
Tidak ada komentar:
Posting Komentar