Abstract
Legislative elections
2009 followed by many political parties which purported to intense competition
among political parties in the struggle for the vote. All the strategies, tactics, and methods are used by all political
parties to win the election. Therefore, the role of communication and media are very
important. This study aims to identify strategies of political communication
Prosperous Justice Party (PKS) in legislative elections in 2009. This research
was conducted at the PKS Board's Region of Yogyakarta with qualitative descriptive
method and interactive analysis. The results of this study show that PKS election winning strategy formulated in
the four stages of action: first, PKS
heard; second, PKS invites; third, PKS talk; and fourth, PKS win. In carrying out the fourth stage of
the action, the PKS
using a strategy of political communication with the approach of interpersonal
communication, public communication,
and mass communication. The role of political communication strategies applied by the PKS in 2009 impressed the
legislative elections less significant impact on the party vote. This is,
heavily influenced by various factors, such as the number of money politics were done by other parties
and populist government policies such as reduction of fuel oil and direct cash assistance, which was more profitable democrat party. So the Democratic votes rose 300% in the
general election in 2009 than in 2004 elections,
otherwise the
other major political parties tend to decrease the acquisition of voice and
only a relatively slight increase PKS.
Pendahuluan
Pada tahun 2009 bangsa Indonesia telah mengadakan
pemilihan umum untuk kesepuluh kalinya. Pelaksanaan pemilu secara periodik ini menunjukkan
bahwa Indonesia menganut sistem negara demokrasi. Sejak Pemilihan Umum tahun 1999, Indonesia telah dianggap sebagai negara terbesar ketiga yang
menyelenggarakan p emilihan umum secara demokratis. Pemilihan
umum ini menjadi wahana aspirasi politik rakyat Indonesia yang digelar setiap
lima tahun sekali, sebagai amanat dari Undang-Undang Dasar 1945. Pemilu juga menjadi ajang paling massif,
bebas, dan adil untuk menentukan partai dan tokoh yang berhak mewakili rakyat.
Dalam sistem perwakilan, tak ada cara lain yang paling absah untuk memilih para
wakil rakyat kecuali melalui pemilu.
Pemilihan umum legislatif
tahun 2009 diikuti oleh 38
partai politik yang lolos seleksi verifikasi Komisi Pemilihan Umum (KPU), ditambah enam partai politik lokal di
Aceh. Adanya banyak partai
politik yang mengikuti pemilu 2009 menjadi konsekuensi logis dari sistem multipartai yang diterapkan di Indonesia.
Terdapatnya banyak partai politik berkonsekuensi pada
ketatnya kompetisi antar partai politik dalam menggaet suara pemilih untuk memperebutkan
kursi di parlemen.
Guna memenangkan kompetisi di ajang pemilu, para kontestan partai politik saling bersaing satu sama lain dengan
menerapkan berbagai strategi komunikasi politik yang jitu. Strategi
komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik terhadap masyarakat
sangat diperlukan dalam menghadapi sebuah pemilihan umum. Keberhasilan suatu
strategi komunikasi politik oleh partai politik dalam merencanakan dan
melaksanakan, akan ikut berperan pada hasil perolehan suara partai politik
dalam pemilu. Menurut Firmanzah (2008: 244) strategi komunikasi politik sangat
penting untuk dianalisis. Soalnya, strategi tersebut tidak hanya menentukan
kemenangan politik pesaing, tetapi juga akan berpengaruh terhadap perolehan
suara partai. Strategi memberikan
beberapa manfaat melalui kegiatan taktiknya yang mampu membangun dan
menciptakan kekuatan melalui kontinuitas serta konsistensi. Selain itu, arah
strategi yang jelas dan disepakati bersama akan menyebabkan perencanaan taktis
yang lebih mudah dan cepat. Strategi pada hakikatnya adalah perencanaan (planning) dan manajemen (management) untuk mencapai suatu tujuan.
Akan tetapi, untuk mencapai tujuan tersebut, strategi tidak berfungsi sebagai
peta jalan yang hanya menunjukkan arah usaha, melainkan harus mampu menunjukkan
bagaimana taktik operasionalnya (Effendi, 1993: 300).
Strategi komunikasi politik yang dilakukan oleh partai politik
harus menyesuaikan dengan sistem politik yang ada di Indonesia. Oleh karena itu, sistem politik mau tidak mau
turut mempengaruhi dan dipengaruhi oleh komunikasi yang dilakukan oleh partai
politik. Almond (1990: 34) melihat bahwa komunikasi politik merupakan salah satu masukan yang menentukan bekerjanya semua fungsi dalam
sistem politik. Komunikasi politik sebagai bagian dari sistem politik merupakan satu
konsepsi yang menyatakan bahwa semua gejala sosial, termasuk gejala komunikasi
dan politik, adalah saling berhubungan dan saling mempengaruhi.
Penggunaan
media sangatlah penting dalam proses kampanye dan sosialisasi politik pada
pemilu. Dalam konteks politik modern, media massa bukan hanya menjadi bagian
yang integral dari politik, tetapi juga memiliki posisi yang sentral dalam
politik. Media massa merupakan saluran komunikasi politik yang banyak digunakan
untuk kepentingan menyebarluaskan informasi, menjadi forum diskusi publik dan
mengartikulasikan tuntutan masyarakat yang beragam. Semua itu dikarenakan sifat
media massa yang dapat mengangkut informasi dan citra secara massif dan
menjangkau khalayak yang begitu jauh, beragam, dan luas terpencar (Pawito,
2009: 91). Sebagaimana
diketahui bahwa belanja iklan politik yang dilakukan oleh partai politik dan
pemerintah tahun 2009 naik 100 persen, yaitu sebesar Rp. 800 milyar dibanding
pada pemilu 2004 sebanyak Rp. 400 milyar (www.okezone.com). Data di atas tersebut
menunjukkan bagaimana media menjadi sarana yang sangat penting bagi sebuah
partai politik dalam memenangkan pemilu.
Dengan karakter yang
dimilikinya, media menjadi kekuatan yang bisa menyatukan dan menggiring opini
masyarakat kepada salah satu partai politik perserta pemilu dengan memberikan
arah ke mana mereka harus berpihak dan prioritas-prioritas apa yang harus
dilakukan. Dengan kemampuannya, media dapat memberi semangat, menggerakkan
perubahan, dan memobilisasi masyarakat untuk memilih pada pemiihan umum.
Salah satu kontestan pada pemilu legislatif 2009
adalah Partai Keadilan Sejahtera (PKS). PKS merupakan partai dakwah yang
berazaskan islam. Pada pemilu 1999 nama PKS adalah partai keadilan (PK) tetapi
karena tidak memenuhi ambang batas 2% sebagai syarat mengikuti pemilu tahun
2004, maka partai Keadilan berubah nama menjadi Partai Keadilan Sejahtera. Hasil
pemilu 2009 menunjukkan perolehan suara PKS 7.88% atau 8.206.955 suara. Perolehan suara pemilu 2009 ini
bagi PKS relatif stabil atau ada kenaikan sedikit dibanding pada pemilu
sebelumnya yaitu 7.34% secara Nasional (www.calegindonesia.com). Dan untuk
Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, PKS memperoleh 176,645 suara atau tujuh kursi di DPRD Propinsi,
dengan tingkat partisipasi pemilih sebanyak 72,95% dalam pemilu 2009 (www.kpud-diyprov.go.id).
Perolehan suara partai secara
Nasional ini menjadi alasan mengapa penelitian ini memilih PKS sebagai studi
kasus penelitian tentang strategi komunikasi politik partai politik dalam
pemilu legislatif 2009. Hal ini didasari oleh kenyataan bahwa, disaat suara
Partai Demokrat naik secara tajam sedang partai-partai besar lainnya cenderung
mengalami penurunan seperti Partai Golkar, PDIP, PKB, dan PPP, Partai Keadilan
Sejahtera (PKS) bisa stabil dengan mempertahan perolehan suaranya seperti pada
pemilu 2004. Kenyataan ini telah menimbulkan pertanyaan yang memerlukan
jawaban, kiranya strategi apa yang di pakai oleh PKS dalam pemilu legislatif
2009.
Dinamika
komunikasi politik yang menjadi tema pokok penelitian ini selanjutnya dipetakan
dalam Model Transaksi Simultan (Simultaneous
transactions Model) dari Melvin L. DeFleur (1993: 21-25). Dengan
karakternya yang nonlinear, model ini menggambarkan sekurang-kurangnya tiga
faktor yang berpengaruh dalam proses komunikasi. Pertama, faktor lingkungan fisik (physical surroundings), yakni lingkungan tempat komunikasi itu
berlangsung dengan menekankan pada aspek what dan how
pesan-pesan komunikasi dipertukarkan. Kedua,
faktor situasi sosio-kultural (sociocultural
situations), yakni bahwa komunikasi merupakan bagian dari situasi sosial
yang di dalamnya terkandung makna kultural tertentu, sekaligus menjadi
identitas dari para pelaku komunikasi yang terlibat di dalamnya. Ketiga, faktor hubungan sosial (social relationships), yakni bahwa
status hubungan antar pelaku komunikasi sangat berpengaruh, baik terhadap isi
pesan itu sendiri ataupun terhadap proses bagaimana pesan-pesan itu dikirim dan
diterima.
Selanjutnya,
untuk keperluan telaah dalam kajian ini, digunakan teori birokrasi dari Max
Weber. Asumsi-asumsi dalam teori birokrasi ini mempengaruhi gambaran komunikasi
dalam organisasi organisasi. Weber (Littlejohn, 2009: 362), mencoba untuk
menjelaskan bagaimana cara terbaik bagi organisasi dalam mengatur kerumitan
kerja individu dengan tujuan yang umum, dan prinsip-prinsipnya memiliki
kekuatan yang tetap.
Menurut
Max Weber (Littlejohn, 2009: 362), bahwa “Organisasi merupakan sebauh sistem
kegiatan interpersonal yang memiliki maksud tertentu yang dirancang untuk
menyelaraskan tugas-tugas individu.” Hal
ini dapat dilaksanakan dengan tiga aspek dalam birokrasi yaitu, otoritas,
spesialisasi, dan regulasi. Bagi Weber (Littlejohn, 2009: 363-364), Otoritas
hadir bersamaan dengan kekuasaan. Keefektifan organisasi bergantung pada
tingkatan yang memberikan manajemen kekuasaan resmi. Pengembangan gelar dan
deskripsi yang tugas merupakan sebuah contoh yang tepat untuk spesialisasi.
Terakhir aspek birokrasi adalah aturan. Implementasi regulasi yang mengatur
perilaku setiap orang memungkinkan dilakukannya koordinasi organisasi.
Aturan-aturan ini harus rasional dan dirancang untuk mencapai tujuan
organisasi.
Berdasar uraian di atas, maka tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui strategi komunikasi politik Partai Keadilan Sejahtera, peran media pada
pemilu, dan bagaimana dampak dari penerapan strategi komunikasi politik PKS terhadap perolehan suara partai pada pemilu legislatif 2009.
Metode Penelitian
Bentuk dan Strategi Penelitian
Bentuk dan
strategi yang digunakan dalam
penelitian ini adalah
kualitatif deskriptif yang mengarah pada pendeskripsian secara rinci dan
mendalam. Adapun jenis penelitian ini adalah
penelitian dasar, yaitu sebuah penelitian yang berusaha mengungkap, menggambarkan
dan menjelaskan sebuah fenomena tanpa berusaha memberikan evaluasi terhadap
fenomena tersebut (Sutopo, 2006: 135). Studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus pada DPW PKS Yogyakarta.
Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini
menggunakan dua metode teknik pengumpulan data, yaitu wawancara mendalam dan
mencatat dokumen/ penelaahan terhadap dokumen-dokumen.
1. Wawancara mendalam
Wawancara yang
dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan cara berdialog secara langsung
dengan berfokus pada hal tertentu.
Teknik wawancara ini dilakukan pada semua informan yang meliputi:
1. Ketua Dewan Pengurus Wilayah (DPW) PKS
2. Ketua tim pemenangan pemilu PKS
3. Ketua Badan Humas DPW PKS
4. Wakil Sekretaris III/Pusat Informasi DPW PKS
2. Mencatat dokumen
Teknik ini
dilakukan untuk mengumpulkan data pendukung yang dapat memperjelas data utama
yang bersumber dari dokumen resmi dan arsip yang terdapat pada pengurus Partai Keadilan sejahtera. Data tersebut antara lain adalah manual perencanaan kampanye politik pemilu
2009, hasil penilaian terhadap peta politik, skema sasaran pemilih berdasarkan
geografis dan demografis, perencanaan penggunaan media massa, dan lain
sebagainya.
Teknik Cuplikan
Jenis penelitian
ini lebih mengarah pada jenis teknik
cuplikan yang dikenal sebagai purposive sampling. Purposive sampling ini dengan
kecenderungan peneliti untuk memilih informan yang dianggap mengetahui
informasi masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya untuk menjadi sumber
data yang mantap. Kemudian teknik pusposiv sampling dilanjutkan dengan teknik Snowball
sampling. Teknik Pengambilan sampel dengan snowball
ini mengimplikasikan jumlah
sampel yang semakin membesar seiring dengan perjalanan waktu pengamatan
(Pawito, 2007: 92).
Di sini peneliti
mengumpulkan data dan informasi yang terkait dengan permasalahan dan dapat
dikembangkan dengan informan lainnya sebagai kelengkapan informasi yang
diperlukan. Peneliti cenderung memilih
informan yang dianggap mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan
dapat dipercaya menjadi sumber data yang mantap yaitu dari pengurus partai dan tim pemenangan pemilu legislatif 2009 Partai Keadilan
sejahtera.
Teknik Analisis
Proses analisis
yang digunakan yaitu dengan menggunakan model analisis
interaktif. Menurut Miles & Huberman (1992: 53), model analisis interaktif ini ada tiga komponen analisisnya yaitu
reduksi data, sajian data, dan penarikan simpulan/verifikasinya, aktivitasnya
dilakukan dalam bentuk interaktif dengan proses pengumpulan data sebagai suatu
proses siklus. Proses analisis interaktif dapat
digambarkan dengan skema berikut:
Bagan 1.
Komponen-komponen Analisis Data
Sumber: Miles
dan Huberman (1992)
Hasil Penelitian dan Pembahasan
Strategi Komunikasi Politik PKS pada Pemilu Legislatif 2009
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) merupakan partai yang mengklaim dirinya
sebagai partai dakwah. Pencitraan diri PKS sebagai partai dakwah merupakan
bentuk perwujudan dari partai
yang berasaskan dan berideologikan Islam. Karena itu, maka
strategi komunikasi politik PKS dalam menghadapi pemilu legislatif 2009 adalah bercorak dakwah.
Dilihat dari sisi proses,
dakwah pada dasarnya merupakan usaha transformasi sosial yang bergerak di
antara keharusan ajaran dan kenyataan masyarakat yang menjadi obyek utamanya. Karena
itu, dakwah sejatinya dilakukan dengan senantiasa mempertimbangkan aspek-aspek
kultural, selain aspek ajaran yang menjadi substansi informasi dalam proses
tersebut. Dimensi politik, baik menyangkut pesan maupun lingkungan di mana
dakwah dijalankan, juga merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari
kegiatan dakwah (Muhtadi, 2008: 119). Pendekatan
dakwah dalam strategi komunikasi politik PKS ini dapat dipahami mengingat
fungsi dakwah sebagai saluran akulturasi ajaran agama dalam tataran kehidupan masyarakat,
senantiasa bersentuhan dan bergumul dengan gerak masyarakat yang
mengitarinya.
Strategi komunikasi politik
Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dalam pemilu 2009 selain berazaskan dakwah, juga didasarkan pada hasil musyawarah
nasional (munas) PKS tahun 2005.
Hasil munas ini diperkuat dengan agenda
ketiga dari hasil
musyawarah kerja nasional (mukernas) PKS di Bali
tahun 2008 yang
terkait dengan Pemilu 2009. Dalam agenda ketiga tersebut dikatakan bahwa PKS akan terus meneguhkan target
perolehan suara pada pemilu
2009 minimal 20
persen. Sedangkan target lainnya, secara nasional PKS harus bisa menempati
posisi tiga besar partai politik dalam
pemilu 2009.
Guna mencapai tujuan jangka panjang dan menengah, partai
politik membutuhkan strategi yang bersifat jangka panjang maupun jangka
menengah. Begitu juga dengan PKS, mempunyai strategi jangka panjang dan
menengah. Menurut Firmanzah (2008:109) strategi partai dapat dibedakan dalam
beberapa hal. Pertama, strategi yang
terkait dengan penggalangan dan mobilisasi massa dalam pembentukan opini publik
ataupun selama periode pemilihan umum. Strategi ini penting dilakukan untuk
memenangkan perolehan suara yang mendukung kemenangan suatu partai politik. Kedua, strategi partai politik untuk
berkoalisi dengan partai lain. Ketiga,
strategi partai politik dalam mengembangkan dan memberdayakan organisasi
politik secara keseluruhan. Strategi-strategi tersebut merupakan sarana untuk
mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Kebijakan
umum partai yang telah
ditetapkan pada munas PKS tahun 2005 kemudian di breakdown menjadi program-program tahunan. Program-program tahunan dalam satu periode ini
bisa dianggap sebagai strategi jangka panjang sebagaimana konsep yang dikemukakan
oleh Firmanzah di atas. Adapun program tahunan tersebut selanjutnya di
bagi menjadi empat item dalam satu periode: (1) Tahun konsolidasi partai; (2) Tahun pembinaan;
(3) Tahun perluasan jaringan dan penokohan; (4) Tahun pemenangan pemilu; (5) Tahun evaluasi.
Kemudian menyikapi
tahun keempat sebagai tahun pemenangan pemilu, PKS membagi satu tahun ini
menjadi empat tahapan aksi pemenangan pemilu. Empat tahapan aksi dalam tahun pemenangan pemilu ini bisa dikatakan
sebagai strategi jangka pendek sebagai kelanjutan strategi jangka panjang partai
dalam satu periode kepengurusan. Adapun program-program dalam tahun pemenangan
pemilu adalah pertama, PKS
mendengar, yaitu kader PKS
turun ke bawah dalam artian terjun langsung ke masyarakat untuk mendengar
aspirasi, apa yang dikeluhkan dan diinginkan oleh masyarakat. PKS mendengar
ini merupakan sarana komunikasi partai dengan masyarakat atau konstituen
langsung dari rumah ke rumah atau disebut komunikasi door to door.
Kedua, PKS mengajak. Karena PKS
tidak mungkin menangani semua permasalahan dan tuntutan yang ada di masyarakat,
maka PKS mengajak orang-orang atau pihak-pihak yang bisa diajak bekerja sama
untuk membantu mengatasi permasalahan yang ada di tengah masyarakat. Ketiga, PKS berbicara. Berbicara
kepada masyarakat dengan berdasarkan platform
partai sebagai tindak lanjut dari PKS mengajak. Keempat, PKS menang. Artinya dari program-program yang telah
dilakukan oleh kader PKS di tengah-tengah masyarakat, maka diharapkan terwujudnya
simpati masyarakat. Bentuk dari simpati masyarakat inilah yang diharapkan
membantu tercapainya target PKS dalam memenangi pemilu 2009.
Dalam
menjalankan empat tahapan aksi pemenangan pemilu tersebut di atas, PKS
menggunakan tiga strategi komunikasi politik. Pertama adalah komunikasi interpersonal, yaitu komunikasi
langsung kader PKS dengan masyarakat dari rumah ke rumah atau istilah lainnya door to door. Kedua
yaitu komunikasi publik, yang
dilakukan oleh calon legislatif (caleg) dengan warga masyarakat atau khalayak umum di tempat terbuka. Dan ketiga
adalah komunikasi massa melalui
media dalam rangka membangun opini publik.
Strategi komunikasi interpersonal
yang dilakukan oleh para kader PKS merupakan bentuk komunikasi langsung kepada
masyarakat dengan cara door to door. Komunikasi
interpersonal merupakan proses pengiriman dan penerimaan pesan-pesan antara dua
orang atau lebih dalam sebuah kelompok kecil dengan beberapa efek dan beberapa
umpan balik seketika (Devito, 1989: 4). Adapun fungsi-fungsi komunikasi antarpribadi adalah
fungsi sosial dan fungsi pengambilan keputusan. Sebagai fungsi sosial,
komunikasi antarpribadi ini mencakup tiga aspek yaitu: Pertama, manusia berkomunikasi untuk mempertemukan kebutuhan biologis dan psikologis; kedua, manusia berkomunikasi untuk memenuhi kewajiban sosial; ketiga, manusia berkomunikasi untuk mengembangkan hubungan timbal balik; keempat, manusia berkomunikasi untuk meningkatkan dan merawat kualitas diri sendiri
(Liliweri, 1993: 27-23).
Dengan pendekatan komunikasi
personal, kader-kader PKS bisa langsung mengetahui respon balik dari
masyarakat. Menurut Aubrey Fisher (1986: 390) umumnya konseptualisasi tentang
umpan balik adalah pesan balik yang disampaikan penerima kepada sumber, respons
penerima kepada pesan sumber yang semula. Umpan balik, katanya, merupakan
perbedaan antara komunikasi satu arah dan dua arah, perbedaan yang akan terus
dipandang tidak penting dalam memahami fenomena komunikasi manusia.
Keberhasilan komunikasi ini akan tercermin pada jenis-jenis pesan atau respon
nonverbal dari masyarakat. Komunikasi antarpribadi sangat potensial untuk
mempengaruhi atau membujuk orang lain, karena dalam komunikasi baik komunikator
maupun komunikan dapat menggunakan kelima alat indera untuk mempertinggi daya persuasif
pesan yang disampaikannya.
Dalam konteks Indonesia dan
khusunya PKS, komunikasi politik dalam bentuk komunikasi interpersonal masih
dianggap penting dan efektif. Hal ini berbeda dengan beberapa kalangan Ilmuwan
Komunikasi politik di dunia (Danial, 2009: 35) yang mengatakan adanya semacam
kesepakatan bahwa dalam dua dekade terakhir ini terdapat perubahan mendasar
dalam cara-cara politik dikomunikasikan, khususnya dalam campaign communication, di negara-negara demokrasi maju.
Stanyer (2003) menambahkan, salah satu
bentuk perubahan itu adalah ditinggalkannya kampanye dalam bentuk komunikasi
interpersonal langsung (direct-campaign)
dan digantikan dengan bentuk kampanye di media (mediated-campaign).
Strategi komunikasi politik yang
kedua adalah komunikasi publik yang dilakukan oleh caleg PKS dalam bentuk pidato
kampanye di lapangan terbuka atau dialog dengan masyarakat yang diikuti sekitar
200 sampai 300 orang. Bentuk dialog ini bisa dikategorikan sebagai bentuk
komunikasi publik atau penyebaran informasi dari satu orang kepada banyak
orang. Menurut Richard West dan Lynn H. Turner (2009: 40) dalam berbicara di
depan publik, para pembicara biasanya memiliki tiga tujuan utama dalam benak
mereka: pertama, memberi informasi; kedua, menghibur; dan ketiga, membujuk. Kegiatan para calon
anggota legislatif dari PKS ketika berdialog dengan warga yang jumlahnya
relatif banyak bertujuan untuk memberi informasi dan membujuk. Para caleg
memberi informasi tentang visi misi dan program-program partai kepada masyarakat
agar masyarakat mengenal dan selanjutnya bisa dibujuk atau dipersuasi agar pada
pemilu legislatif 2009 dengan kesadarannya mau memilih PKS.
Ketiga, strategi komunikasi
politik pada masa kampanye oleh PKS adalah membangun opini publik (pendapat
umum) melalui media massa. Menurut Hafied Cangara (2009: 158) pendapat umum
adalah gabungan pendapat perseorangan mengenai suatu isu yang dapat memengaruhi
orang lain, serta memungkinkan seseorang dapat mempengaruhi pendapat-pendapat
tersebut. Ini berarti pendapat umum hanya terbentuk kalau menjadi pembicaraan
umum, atau jika banyak orang penting (elite) mengemukakan pendapat mereka
tentang suatu isu sehingga bisa menimbulkan pro atau kontra dikalangan
masyarakat.
Media massa merupakan wahana
komunikasi yang dapat menembus batas ruang dan waktu. Bahkan Marshall McLuhan (dalam
Sendjaja, 2004: 51) mengatakan bahwa media komunikasi modern ini memungkinkan
jutaan orang di seluruh dunia untuk dapat berhubungan dengan hampir setiap
sudut dunia. Penggunaan media massa ini mampu menyampaikan dan mengenalkan
visi-misi dan program kepartaian PKS kepada masyarakat umum secara luas.
Penggunaan komunikasi massa
oleh partai politik karena bentuk komunikasi ini mempunyai fungsi persuasif.
Menurut Joseph A. Devito (1997: 123) fungsi persuasi dianggap sebagai fungsi paling penting
dari komunikasi massa. Persuasi bisa datang dalam berbagai bentuk; pertama, mengukuhkan atau memperkuat
sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; kedua,
mengubah sikap, kepercayaan, atau nilai seseorang; ketiga, menggerakkan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan keempat, memperkenalkan etika, atau
menawarkan sistem nilai tertentu. Fungsi
persuasif dari komunikasi massa tersebut diharapkan oleh PKS untuk dapat
mengukuhkan dan memperkuat sikap dan pandangan partai agar bisa mengubah sikap
masyarakat terhadap PKS untuk selanjutnya menggerakkan masyarakat umum memilih
PKS dalam pemilu 2009.
Proses komunikasi politik PKS
yang diuraikan di atas selanjutnya dapat dilihat dengan pendekatan Model
Transaksi Simultan (Simultaneous
transactions Model) dari Melvin L. DeFleur (1993: 21-25) dengan karakternya
yang nonlinear. Model ini menggambarkan sekurang-kurangnya tiga faktor yang
berpengaruh dalam proses komunikasi politik dari Partai Keadilan Sejahtera
(PKS). Pertama, faktor lingkungan
fisik (physical surroundings), yakni
lingkungan masyarakat di mana PKS berada, turut mempengaruhi terhadap pola
komunikasi itu berlangsung dengan menekankan pada aspek what dan how pesan-pesan komunikasi politik
partai dipertukarkan. Kedua, faktor
situasi sosio-kultural (sociocultural
situations), yakni bahwa proses komunikasi politik PKS merupakan bagian
dari situasi sosial yang di dalamnya terkandung makna kultural tertentu,
sekaligus menjadi identitas dari para pelaku komunikasi yang terlibat di
dalamnya. Ketiga, faktor hubungan
sosial (social relationships), yakni
bahwa status hubungan antar pelaku komunikasi, yakni antara pengurus, kader,
dan caleg PKS dengan masyarakat umum sangat berpengaruh, baik terhadap isi
pesan itu sendiri ataupun terhadap proses bagaimana pesan-pesan itu dikirim dan
diterima.
Peran Media pada Pemilihan Umum
Peran media
dalam kampanye pemilu sangatlah penting. Hampir tidak ada satupun partai politik yang tidak menggunakan media dalam sosialisasi dan kampanye
partai. Pada beberapa partai politik, biaya dan anggaran terbesarnya banyak dialokasikan untuk
belanja iklan di media. Karena media dianggap sebagai sarana yang
efektif dan massif dalam menginformasikan dan memperkenalkan
suatu partai berikut program-programnya. Selain visi misi
partai, tentunya sosok personal caleg-caleg dari masing-masing partai banyak bermunculan dan menghiasi wajah
media massa baik elektronik maupun cetak. Pentingnya partai politik melakukan komunikasi
melalui media karena komunikasi massa mempunyai beberapa ciri; pertama, komunikasi massa diarahkan
kepada audiens yang relatif besar, heterogen, dan anonim. Kedua, pesan-pesan yang disebarkan secara umum, sering dijadwalkan
untuk bisa mencapai sebanyak mungkin khalayak secara serempak dan sifatnya
sementara. Ketiga, komunikator
cenderung berada atau beroperasi dalam sebuah organisasi yang kompleks yang
mungkin membutuhkan biaya yang besar (Wright dalam Severin dan Tankard, 2005:
4).
Persaingan
dalam pemilu 2009 oleh partai-partai politik, baik partai baru atau partai lama cukup ketat untuk merebut suara pemilih. Dengan semakin canggihnya perkembangan
teknologi komunikasi dan media
di Indonesia, maka semakin
cepatlah informasi politik dan kepartaian
dapat disampaikan secara langsung
kepada pemilih tanpa melakukan penggalangan massa dan mobilisasi massa di lapangan untuk berkampanye. Munculnya
persaingan antar partai ini
telah melahirkan berbagai macam persaingan yang sehat maupun tidak sehat seperti perang propaganda dengan saling mengklaim jasa pada masyarakat dan mengumbar janji-janji semu kepada khalayak pemilih.
Walau diakui dalam pemilihan
umum, peran media kurang begitu besar pada perolehan suara partai, tetapi
penggunaan media tetap dibutuhkan oleh partai politik termasuk PKS. Penggunaan
media ini baik dalam bentuk iklan, berita, dialog interaktif, maupun bentuk
komunikasi lainnya, adalah lebih ditujukan untuk menjaga memori masyarakat
(agar tidak lupa) terhadap program-program kerja PKS yang telah dilakukan
selama hampir empat tahun sebelum pemilu. Strategi PKS dalam memenangi pemilu
2009 memang tidak hanya bertumpu pada penggunaan media menjelang pemilu saja,
sebagaimana dilakukan oleh partai politik lainnya tetapi lebih pada
program-program partai yang berkesinambungan. Karena PKS yakin, masyarakat bisa
mencermati mana partai yang bekerja untuk rakyat dan mana yang tidak.
Masyarakat yang pernah bersinggungan dengan program-program kerja PKS selama
inilah yang nantinya akan menjadi suara potensial bagi PKS. Jadi, agar kerja
PKS yang selama ini sudah banyak dilakukan tidak sia-sia atau dilupakan
masyarakat, maka PKS menggunakan strategi media untuk mempertahankan suara yang
telah didapat pada pemilu 2004 sebelumnya.
Peran media massa dalam mempengaruhi khayalak
tidak diragukan lagi, bahkan pada masa-masa awal perkembangan teori komunikasi
massa, pengaruh media massa sangat kuat dan dominan sampai akhirnya muncul
teori-teori baru yang mematahkan asumsi bahwa khalayak tak berdaya seperti
teori peluru. Dalam konteks pemilu 2009, media massa tetap mempunyai peran
penting dalam sosialisasi program partai dan pengenalan para caleg dari partai
politik. Peran-peran media massa seperti ini diakui oleh PKS, karenanya PKS
tetap menggunakan media massa dalam strategi komunikasi politik partai.
Ada sejumlah kekhawatiran bahwa pengaruh media
massa sangat kecil dalam mengubah sikap dan perilaku pemilih dalam setiap
pemilihan umum. Para analis melihat media massa hanya mampu dalam tataran
memperkokoh sikap dan perilaku yang telah ada, bukan mempengaruhi untuk
mengubah sikap dan perilaku tersebut. Namun, pandangan ini agak berbeda dengan pendapat
Dan Nimmo dan Robert L. Savage (dalam Cangara, 2009: 412) yang mengatakan bahwa
“there is a close relationship between
candidate image and voting behavior.” Di sini dapat dilihat bahwa peran
media massa dalam kampanye adalah dapat membuat perbedaan terutama bagi
orang-orang yang bersikap independen dan belum punya pilihan, dan dapat merubah
sikap dan perilakunya setelah melihat citra partai politik melalui media.
Dampak Penerapan Strategi Komunikasi PKS terhadap Perolehan Suara Partai
Strategi
komunikasi politik PKS bukanlah satu-satunya variabel penentu terhadap peningkatan
perolehan suara partai pada pemilu legislatif 2009. Namun begitu, penerapan
strategi komunikasi ini ikut berperan menentukan keberhasilan suatu partai
dalam memenangkan pemilu, karena strategi ini berfungsi sebagai jembatan
penghubung antara tujuan partai dengan hasil yang didapatkan.
Seberapa besar kontribusi
strategi komunikasi politik terhadap perolehan suara PKS, belum bisa diprediksi
secara akurat. PKS hanya melalukan survei tentang kecenderungan rakyat terhadap
partai dan apa yang dilakukan partai terhadap rakyat. Dari survei ini, PKS
melihat indikator-indikator kecenderungan masyarakat dalam memilih partai atau
perilaku pemilih. Survei ini juga menunjukkan bahwa partai politik cenderung
menggunakan money politic, begitu
juga dengan masyarakat yang cenderung menyukainya, karena dianggap lebih
pragmatis. Sehingga berdasarkan evaluasi internal PKS terhadap keberhasilan
partai demokrat, adalah karena partai ini mampu membangun image di masyarakat sebagai partai yang memberikan kemanfaatan yang
besar terhadap rakyat.
Secara umum
dampak dari penerapan strategi komunikasi politik PKS pada pemilu 2009 kurang
signifikan terhadap peningkatan perolehan suara partai. Hasil perolehan suara
pada pemilu legislatif 2009 ini, disadari oleh segenap pengurus dan kader PKS
sebagai sesuatu yang di luar dugaan, karena target PKS pada pemilu 2009 adalah memperoleh
20% suara, tapi kenyataannya hanya sekitar 7% suara. Kalau target PKS wilayah
Yogyakarta adalah sebelas kursi di DPRD dan hanya mendapat tujuh kursi. Namun
begitu, perolehan suara PKS pada pemilu kali ini ada sedikit kenaikan dibanding
periode sebelumnya. Pada pemilu legislatif 2009, PKS memperoleh 7.88% suara
sedang pada pemilu 2004 PKS hanya memperoleh 7.34% suara secara Nasional
(www.calegindonesia.com). Dan untuk Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, PKS
memperoleh tujuh kursi di DPRD Propinsi pada pemilu 2009 sedang periode pemilu
2004 yang lalu memperoleh enam kursi (www.kpud-diyprov.go.id).
Perolehan PKS dalam pemilu legislatif 2009 di wilayah Yogyakarta ini masih
lebih baik dibanding Partai Amanat Nasional (PAN) yang basisnya ada di Yogyakarta,
kecuali partai Demokrat yang memang naik secara signifikan.
Dalam menjalankan strategi
komunikasinya dalam memenangkan pemilu legislatif 2009, PKS sudah semaksimal
mungkin mengerahkan segenap daya dan usaha. Namun, bagaimanapun pengurus dan
kader PKS memprediksikan melalui survei pra pemilu, keadaan dan suasana
persaingan antar partai politik sulit diperkirakan. Fenomena Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) dan partai Demokratnya diakui oleh PKS sebagai badai tsunami
yang menggilas suara-suara partai politik lainnya, tak terkecuali PKS. SBY
sebagai Ketua Dewan pembina Demokrat diuntungkan oleh posisinya sebagai
presiden incumben sehingga SBY
identik dengan partai Demokrat.
Dengan posisinya sebagai presiden, SBY bisa
membuat program-program kerakyatan yang populis menjelang pemilu 2009 yang
menguntungkan partai Demokrat. Kebijakan-kebijakan yang populis seperti
penurunan Bahan Bakar Minyak (BBM) dan Bantuan Langsung Tunai (BLT) ini telah
mendapat apresiasi dan simpati masyarakat luas walaupun banyak diprotes dan
dikritik oleh para elit partai politik lainnya. Masyarakat yang pragmatis hanya
melihat kemanfaatan yang nyata yang diberikan oleh partai politik, bukan
visi-misi atau hanya slogan politik saja. Apresiasi dan simpati masyarakat
terhadap kebijakan populis pemerintah menjelang pemilu inilah, salah satu hal yang
dapat mengubah preferensi masyarakat terhadap partai Demokrat pada pemilu
legislatif 2009, sehingga perolehan suara demokrat naik drastis sampai 300%
dibanding pemilu 2004, yaitu dari 7.45% menjadi 20.85% suara pemilih.
Simpulan
Dalam menghadapi pemilu legislatif 2009, Partai Keadilan Sejahtera (PKS)
menggunakan strategi komunikasi politik yang bercorak dakwah. Strategi
pemenangan pemilu PKS selanjutnya direncakan dalam bentuk empat tahapan aksi; pertama, PKS mendengar; kedua, PKS mengajak; ketiga, PKS bicara; dan keempat, PKS menang. Keempat tahapan
aksi ini diterapkan pada tahun pemenangan pemilu menjelang pemilu 2009. Dalam
menjalankan empat tahapan aksi pemenangan pemilu tersebut, PKS menggunakan
strategi komunikasi politik dengan pendekatan komunikasi interpersonal,
komunikasi publik, dan komunikasi massa.
Peran media pada pemilu legislatif 2009 sangatlah penting, sehingga
hampir semua partai politik menggunakannya. Pada pemilu ini, PKS menggunakan
hampir semua media yang ada di Yogyakarta, baik media cetak berupa koran maupun
media elektronik seperti radio dan televisi. Bentuk-bentuk komunikasi politik
dalam media massa ini bisa berupa iklan, press
releas, dan dialog interaktif.
Dampak
strategi komunikasi politik PKS yang diterapkan pada pemilu legislatif 2009
terkesan kurang signifikan pada peningkatan perolehan suara partai. Suara PKS
hanya naik sedikit, yaitu sebanyak tujuh kursi di DPRD Propinsi Yogyakarta, atau
naik satu kursi dibanding pada pemilu 2004 yang hanya memperoleh enam kursi.
Kurang berdampak signifikannya strategi komunikasi politik yang dijalankan oleh
PKS banyak dipengaruhi oleh berbagai faktor. Salah satu faktor tersebut adalah
adanya pengaruh kuat dari partai Demokrat dengan profil Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY) yang mampu mengubah preferensi sikap politik masyarakat pemilih
untuk memilih partai demokrat dibanding partai politik lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Almond, Gabriel A. dan Sidney Verba, 1990, Budaya
Politik Tingkah Laku Politik dan Demokrasi di Lima Negara, Bumi Aksara, Jakarta.
Cangara, Hafied, 2009, Komunikasi
Politik; Konsep, Teori, dan strategi, RajaGrafindo Persada, Jakarta.
Danial,
Akhmad, 2009, Iklan Politik TV:
Modernisasi Kampanye Politik Pasca Orde Baru, LkiS, Yogyakarta.
DeFleur,
Melvin L., Patricia Kearney, Plax, Timothy, 1993, Fundamentals of Human Communication, Mayfield Publishing Company,
California.
Devito, Joseph A., 1997, Komunikasi
Antara Manusia. (Edisi terjemahan oleh Agus Maulana), Profesional Books,
Jakarta
Effendy,
Onong U., 1993, Ilmu Komunikasi: Teori dan
Praktik, Remaja Rosda Karya, Bandung
Firmanzah,
2008, Marketing politik; Antara Pemahaman
dan Realitas, yayasan Obor Indonesia, Jakarta.
Fisher,
B. Aubrey, 1986, Teori-teori Komunikasi,
(Edisi terjemahan oleh Soejono Trimo), Remadja Karya, Bandung.
Liliweri, Alo, 1994, Perspektif Teoritis Komunikasi Antar
Pribadi, Citra Aditya Bakti, Bandung.
Miles,
Matthew B. Dan A. Michael Huberman, 1992, Analisis
Data Kualitatif. (Edisi terjemahan oleh Tjetjep Rohendi Rohidi), UI Press,
Jakarta.
Muhtadi,
Asep Saiful, 2008, Komunikasi politik
Indonesia: Dinamika Islam Politik Pasca Orde Baru, Remaja Rosdakarya,
Bandung.
Pawito, 2009, Komunikasi Politik: Media Massa dan Kampanye Pemilihan, Kalasutra,
Yogyakarta.
Sendjaja,
Sasa Djuarsa, 2004. Teori Komunikasi,
Pusat Penerbit Universitas Terbuka, Jakarta.
Severin,
Werner J. Dan James W. Tankard, Jr., 2005, Teori
Komunikasi: Sejarah, Metode, dan Terapan di dalam Media Massa. (Edisi terjemahan
oleh Sugeng Harianto), Kencana, Jakarta.
Stanyer, James. 2003. Review Article: Political Communication in Transition, Conseptualizing
Change, and Understanding its Consequences. European Journal Communication.
Vol. 18 (3). Sage Publication.
Sutopo,
H.B., 2006, Metodologi
Penelitian Kualitatif,
UNS Press, Surakarta.
West,
Richard dan Lynn H. Turner, 2009, Pengantar
Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi (Edisi terjemahan oleh Maria
Natalia Damayanti Maer), Penerbit Salemba Humanika, Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar